agak OOT ama judul blog ku gak papa ya ^^ pengen
share cerpen yang kubuat di masa lampau. jadi latar belakang kubuat cerpen ni
karena tugas bahasa indo sma kelas 2 (kalo gak salah). waktu itu aku bener bener lupa kalau ada peer ini,
baru keinget malamnya. akhirnya langsung dikebut buat cerita ^^ menurut ku
lumayan lah buat cerita dadakan (haiah sok banget)....anyway enjoy =D
Sore telah menjelang malam ketika Rara sampai di Rumah
Sakit Harapan Bangsa. Dengan masih berseragam sekolah lengkap dia menanyakan
kabar kakaknya kepada mamanya, “Ma, kak Nico gimana?” mamanya tak kuasa menjelaskan
keadaan kakaknya itu, “Dia kritis, Ra” kata papa Rara akhirnya. Semua ini
sungguh tak masuk akal baginya, padahal tadi pagi Kak Nico masih terlihat segar
bugar. Bahkan mereka berdua sempat bercanda mengenai status jomblo mereka
berdua. “Ra, lebih baik kamu pulang dulu, kamu kelihatan capek, biar mama yang
jaga Kak Nico disini.” namun Rara tidak mengikuti anjuran mama. Dia bersikeras
mendampingi Kak Nico yang sedang terbaring lemah di kamar Melati 1 ini.
Kamar ini terlihat
sangat menakutkan baginya. Cerahnya malam saat itu tak mampu melegakan hati
Rara. Terbayang saat-saat yang dilalui Rara bersama Kak Nico. Tiba-tiba dia
teringat saat Doni, cowok paling menyebalkan di sekolahnya dulu mengolok-olok
keterbatasan Rara dalam pelajaran matematika. Dengan kesabarannya, Kak Nico
mengajari Rara semua materi yang belum dikuasai oleh Rara. Atau saat kucing
kesayangannya, Felix meninggal Kak Nico dengan tabah berusaha menghibur Rara
sebisa mungkin. Atau saat Rara kesepian, atau saat Rara butuh sahabat. Semua
ingatannya tentang Kak Nico berkelebat dalam benaknya. Saat itulah Rara sadar
bahwa Kak Nico bisa menjelma menjadi sosok yang diinginkan oleh Rara. Tak
terasa tetes air mata telah meleleh di pipinya. “Ma, aku mau sholat Maghrib
dulu.” Kata Rara tiba-tiba. Mama hanya bisa mengangguk kecil tanda pemberian
ijin.
Udara terasa
menusuk malam itu. Suasana sunyi senyap, bahkan jangkrik pun enggan untuk
bersuara. Dinginnya air kran cukup membasuh kekalutan hatinya saat itu. Berbeda
dengan hari-hari sebelumnya, Rara saat itu berdoa sangat khusyuk mengharap
kesembuhan Kak Nico. Hatinya sudah agak tenang setelah sholat Maghrib. Namun
hatinya kembali resah ketika mendekati kamar tempat kakaknya dirawat.
Dari dalam,
terdengar suara tangis pilu mama. Seorang dokter keluar dari kamar dengan raut
muka yang tidak dapat Rara definisikan. Semua emosi yang dipendam oleh Rara
keluar dalam bentuk tetes-tetes air mata. Di ruangan itu, Rara mendapati tubuh
jangkung kakaknya terbujur kaku, dingin sedingin es. Rara tak kuasa menahan
gejolak yang ada dalam dirinya. Seperti kesedihan Dewi Kausalya, Dewi Sumitra,
dan Dewi Kaikeyi yang ditinggal oleh Prabu Dasarata. Mungkin itu yang bisa
menggambarkan kesedihan keluarga itu. Sebenarnya malam itu tidak berbeda dengan
malam-malam yang dilalui Rara, namun entah kenapa terasa berbeda. Selasa, 14
Mei 2009 jam 06.52, udara dingin terasa lebih menusuk saat itu.
No comments:
Post a Comment