Saturday 11 May 2013

Cerpen Doa Rara



agak OOT ama judul blog ku gak papa ya ^^ pengen share cerpen yang kubuat di masa lampau. jadi latar belakang kubuat cerpen ni karena tugas bahasa indo sma kelas 2 (kalo gak salah). waktu itu aku bener bener lupa kalau ada peer ini, baru keinget malamnya. akhirnya langsung dikebut buat cerita ^^ menurut ku lumayan lah buat cerita dadakan (haiah sok banget)....anyway enjoy =D



Sore telah menjelang malam ketika Rara sampai di Rumah Sakit Harapan Bangsa. Dengan masih berseragam sekolah lengkap dia menanyakan kabar kakaknya kepada mamanya, “Ma, kak Nico gimana?” mamanya tak kuasa menjelaskan keadaan kakaknya itu, “Dia kritis, Ra” kata papa Rara akhirnya. Semua ini sungguh tak masuk akal baginya, padahal tadi pagi Kak Nico masih terlihat segar bugar. Bahkan mereka berdua sempat bercanda mengenai status jomblo mereka berdua. “Ra, lebih baik kamu pulang dulu, kamu kelihatan capek, biar mama yang jaga Kak Nico disini.” namun Rara tidak mengikuti anjuran mama. Dia bersikeras mendampingi Kak Nico yang sedang terbaring lemah di kamar Melati 1 ini.
            Kamar ini terlihat sangat menakutkan baginya. Cerahnya malam saat itu tak mampu melegakan hati Rara. Terbayang saat-saat yang dilalui Rara bersama Kak Nico. Tiba-tiba dia teringat saat Doni, cowok paling menyebalkan di sekolahnya dulu mengolok-olok keterbatasan Rara dalam pelajaran matematika. Dengan kesabarannya, Kak Nico mengajari Rara semua materi yang belum dikuasai oleh Rara. Atau saat kucing kesayangannya, Felix meninggal Kak Nico dengan tabah berusaha menghibur Rara sebisa mungkin. Atau saat Rara kesepian, atau saat Rara butuh sahabat. Semua ingatannya tentang Kak Nico berkelebat dalam benaknya. Saat itulah Rara sadar bahwa Kak Nico bisa menjelma menjadi sosok yang diinginkan oleh Rara. Tak terasa tetes air mata telah meleleh di pipinya. “Ma, aku mau sholat Maghrib dulu.” Kata Rara tiba-tiba. Mama hanya bisa mengangguk kecil tanda pemberian ijin.
            Udara terasa menusuk malam itu. Suasana sunyi senyap, bahkan jangkrik pun enggan untuk bersuara. Dinginnya air kran cukup membasuh kekalutan hatinya saat itu. Berbeda dengan hari-hari sebelumnya, Rara saat itu berdoa sangat khusyuk mengharap kesembuhan Kak Nico. Hatinya sudah agak tenang setelah sholat Maghrib. Namun hatinya kembali resah ketika mendekati kamar tempat kakaknya dirawat.
            Dari dalam, terdengar suara tangis pilu mama. Seorang dokter keluar dari kamar dengan raut muka yang tidak dapat Rara definisikan. Semua emosi yang dipendam oleh Rara keluar dalam bentuk tetes-tetes air mata. Di ruangan itu, Rara mendapati tubuh jangkung kakaknya terbujur kaku, dingin sedingin es. Rara tak kuasa menahan gejolak yang ada dalam dirinya. Seperti kesedihan Dewi Kausalya, Dewi Sumitra, dan Dewi Kaikeyi yang ditinggal oleh Prabu Dasarata. Mungkin itu yang bisa menggambarkan kesedihan keluarga itu. Sebenarnya malam itu tidak berbeda dengan malam-malam yang dilalui Rara, namun entah kenapa terasa berbeda. Selasa, 14 Mei 2009 jam 06.52, udara dingin terasa lebih menusuk saat itu.

No comments:

Post a Comment